Pages

Senin, 25 April 2011

ABBAD BIN BISYIR


SELALU DISERTAI CAHAYA  ALLAH

Ketika Mush'ah bin Umeir tiba di Madinah-sebagai utusan dari Rasulullah shallallahu alaihi wasalam untuk mengajarkan seluk beluk Agama kepada orang-orang Anshar yang telah bai'at kepada Nabi dan membimbing mereka melakukan shalat, maka'Abbad bin Bisyir radhiallahu anhu adalah seorang budiman yang telah dibukakan Allah hatinya untuk menerima kebaikan. la datang menghadiri majlis Mush'ab dan mendengarkan da'wahnya, lain diulurkan tangannya mengangkat bai'at memeluk Islam. Dan semenjak saat itu mulailah ia menempati kedudukan utama di antara orang-olang Anshar yang diridlai oleh Allah serta mereka ridla kepada Allah ....
Kemudian Nabi pindah ke Madinah, setelah lebih dulu orang-orang Mu'min dari.Eulekah tiba di sana. Dan mulailah terjadi peperangan-peperangan dalam mempertahankan diri dari serangan-serangan kafir Quraisy dan sekutunya yang tak henti-hentinya memburu Nabi dan ummat Islam. Kekuatan pembawa cahaya dan kebaikan bertarung dengan kekuatan gelap dan kejahatan. Dan pada setiap peperangan itu 'Abbad bin Bisyir berada di barisan terdepan, berjihad di jalan Allah dengan gagah berani dan mati-matian dengan cara yang amat mengagumkan ....
Dan mungkin peristiwa yang kita paparkan di bawah ini dapat mengungkapkan sekelumit dari kepahlawanan tokoh Mu'min ini....
Rasulullah shallallahu alaihi wasalam  dan Kaum Muslimin selesai menghadapi perang Dzatur Riqa', mereka sampai di suatu tempat dan bermalam di sana, Rasulullah shallallahu alaihi wasalam :memilih beberapa orang shahabatnya untuk berkawal secara bergiliran. Di antara mereka terpiiih 'Ammar bin Yasir dan 'Abbad bin Bisyir yang berada pada satu kelompok.

Bahaya Syirik Dan Keutamaan Tauhid


Khutbah pertama:
إِنَّ الْحَمْدَ لله نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.
يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
أَمَّا بَعْدُ: فَإِنْ أَصْدَقَ الْحَدِيثِ كِتَابُ اللهَ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَّرَ الأُمُورِ مُحْدَثَاتُهَا وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحِسَانِ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ibadallah ! Saya wasiatkan kepada Anda sekalian dan juga kepada saya untuk selalu bertaqwa kepada Allah di mana saja kita berada. Dan janganlah kita mati melainkan dalam Islam.

Anak Shalih Adalah Aset Orang Tua



Khutbah Pertama
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَسْتَهْدِيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ تَعَالَى مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ، وَمَنْ لَمْ يَجْعَلِ اللهُ لَهُ نُوْرًا فَمَا لَهُ مِنْ نُوْرٍ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. قَالَ اللهُ تَعَالَى: وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَةً ضِعَافًا. (النساء: 9).
اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ. وَأَحْيِنَا اَللَّهُمَّ عَلَى سُنَّتِهِ وَأَمِتْنَا عَلَى مِلَّتِهِ. وَبَعْدُ؛
Jamaah jama'ah rahimakumullah
Anak adalah buah hati bagi kedua orang tuanya yang sangat disayangi dan dicintainya.

Akibat Memakan Harta Riba



إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا وَرَسُوْلِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى ا للهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ؛
فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كِتَابُ اللهِ وَخَيْرَ الْهَديِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَشَرَّ الأُمُوْرِ مُحَدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلةٍ.
فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُؤْمِنُوْنَ الْمُتَّقُوْنَ، حَيْثُ قَالَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى فِيْ كِتَابِهِ الْعَزِيْزِ:
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ.
يَاأَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِّنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيْرًا وَنِسَآءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِيْ تَسَآءَلُوْنَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيْبًا.
يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا. يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُوْلَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيْمًا.
وَقَالَ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَنٍ.
Kaum muslimin seiman dan seaqidah
Tepatnya ketika Allah Subhannahu wa Ta'ala memberikan mukjizat kepada hamba dan kekasihNya, Nabi Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam berupa Isra’ Mi’raj, pada saat itu pula Allah Ta'ala perlihatkan berbagai kejadian kepada beliau yang kelak akan memimpin jaga raya ini. Di antaranya Rasulullah n melihat adanya beberapa orang yang tengah disiksa di Neraka, perut mereka besar bagaikan rumah yang sebelumnya tidak pernah disaksikan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam. Kemudian Allah Ta’ala tempatkan orang-orang tersebut di sebuah jalan yang tengah dilalui kaumnya Fir’aun yang mereka adalah golongan paling berat menerima siksa dan adzab Allah di hari Kiamat. Para pengikut Fir’aun ini melintasi orang-orang yang sedang disiksa api dalam Neraka tadi. Melintas bagaikan kumpulan onta yang sangat kehausan, menginjak orang-orang tersebut yang tidak mampu bergerak dan pindah dari tempatnya disebabkan perutnya yang sangat besar seperti rumah. Akhirnya Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam bertanya kepada malaikat Jibril yang menyertainya, “Wahai Jibril, siapakah orang-orang yang diinjak-injak tadi?” Jibril menjawab, “Mereka itulah orang-orang yang makan harta riba.” (lihat Sirah Nabawiyah, Ibnu Hisyam, 2/252).

Minggu, 24 April 2011

MEMANUSIAKAN MANUSIA

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
-       Peserta memahami bahwa manusia adalah makhluq Allah yang dimuliakan.
-       Peserta menyadari akan tugas dan kewajiban kita sebagai makhluq yang  diberi kemuliaan oleh Allah.
-       Peserta menyadari adanya pertanggungjawaban dari manusia atas tugas dan kewajiban yang diamanahkan Allah kepadanya.

PENTINGNYA MAJELIS TA’LIM

Perhatian Islam Terhadap Ilmu
Sahabat-sahabat......Alhamdulillah kita dipertemukan oleh Alloh dalam Forum Kajian Islam atau biasa juga disebut Majelis Ta'lim tempat dim ana kita menambah ilmu, khususnya mengenai "Islam". Bisa juga disebut sebagai Majelis Dzikir dimana kita saling mengingatkan untuk senantiasa ingat Alloh. Atau sering pula dinamakan "Liqo" yang artinya pertemuan, bahkan ada yang menyebut Liqo'ul Ahbab (pertemuan para kekasih). Pertemuan semacam ini adalah pertemuan yang sangat penting dan sangat berharga dalam hidup kita seorang muslim. Walau dihadiri beberapa orang namun Insya Alloh lebih mulia daripada pertemuan yang dihadiri oleh ribuan orang dalam acara yang hura-hura dan sia-sia apalagi nista.

Hadiah

            Anjuran agr saling mendekatkan hati, saling bersaudara, dan mencintai sesame kaum muslimin merupaka satu sisi keindahan Islam.  Islam mensyari’atkan  sarana yang dapat menyebabkan keakraban, mendamaikan, dan menghilangkan kabut hati. Diantara sarana itu adalah saling memberi hadiah ke sesame muslim.

Selasa, 19 April 2011

KISAH BUMI DAN LANGIT

                KISAH BUMI DAN LANGIT

    Adapun terjadinya peristiwa Israk dan Mikraj adalah kerana bumi merasa bangga dengan
langit. Berkata dia kepada langit, "Hai langit, aku lebih baik dari kamu kerana Allah S.W.T.
telah menghiaskan aku dengan berbagai-bagai negara, beberapa laut, sungai-sungai, tanam-anaman, beberapa gunung dan lain-lain."

KISAH BERKAT DI SEBALIK MEMBACA BISMILLAH

        Ada seorang perempuan tua yang taat beragama, tetapi suaminya seorang yang fasik dan tidak mahu mengerjakan kewajipan agama dan tidak mahu berbuat kebaikan.
Perempuan itu sentiasa membaca Bismillah setiap kali hendak bercakap dan setiap kali dia hendak memulakan sesuatu sentiasa didahului dengan Bismillah. Suaminya tidak suka dengan sikap isterinya dan sentiasa memperolok-olokkan isterinya.

Senin, 11 April 2011

KISAH LIMA PERKARA ANEH

    Abu Laits as-Samarqandi adalah seorang ahli fiqh yang masyur. Suatu ketika dia pernah
berkata, ayahku menceritakan bahawa antara Nabi-nabi yang bukan Rasul ada menerima wahyu dalam bentuk mimpi dan ada yang hanya mendengar suara.

AL-QUR'AN SEBAGAI PEMBELA DI HARI AKHIRAT

    Abu Umamah r.a. berkata : "Rasulullah S.A.W telah menganjurkan supaya kami semua
mempelajari Al-Qur'an, setelah itu Rasulullah S.A.W memberitahu tentang kelebihan Al-Qur'an." Telah bersabda Rasulullah S.A.W : Belajarlah kamu akan Al-Qur'an, di akhirat nanti dia akan datang kepada ahli-ahlinya, yang mana di kala itu orang sangat memerlukannya."

Sabtu, 09 April 2011

10 Kesalah Pahaman Tentang Sukses

Kesalahpahaman 1
Beberapa orang tidak bisa sukses karena latar belakang, pendidikan, dan lain-lain. Padahal, setiap orang dapat meraih keberhasilan. Ini hanya bagaimana mereka menginginkannya, kemudian melakukan sesuatu untuk mencapainya.

10 JENIS ORANG ISLAM YANG KEJAM

Sufyan Atsauri berkata: "Sepuluh macam kekejaman ialah :

1.    Seorang yang berdoa untuk dirinya sendiri,dan tidak mendoakan untuk anak-anaknya dan kaum mukmin.
2.    Seorang yang pandai membaca Al-Quran, tetapi tiap harinya tidak membaca seratus ayat.
3.    Seorang yang masuk masjid lalu keluar dan tidak sholat dua rakaat.

DALAM 7 HARI YANG TELAH LALU DAN MUNGKIN AKAN TERULANG

                           Hari per-1, tahajudku tetinggal
                        Dan aku begitu sibuk akan duniaku
             Hingga zuhurku, kuselesaikan saat ashar mulai memanggil
        Dan sorenya kulewati saja masjid yang mengumandangkan azan magrib
      Dengan niat kulakukan bersama isya itupun terlaksana setelah acara tv selesai

6 PERTANYAAN IMAM AL-GHOZALI

Suatu hari, Imam Al Ghozali berkumpul dengan murid-muridnya. Lalu Imam  Al Ghozali mengajukan 6 pertanyaan.

Tantangan Tahun Pertama Pernikahan

eramuslim - Tahun-tahun pertama perkawinan adalah masa-masa penyesuaian pasangan dalam meleburkan kepentingan dua kepala dan individu menjadi satu kepentingan atas nama bersama. Di masa ini pasangan memiliki persepsi serba positif mengenai konsep pernikahan. Sikap positif thingking menjadi dasar setiap pasangan dalam mewujudkan kehidupan perkawinan yang ideal seperti yang mereka bayangkan.

Wanita Sholehah

Kemuliaan wanita shalihah digambarkan Rasulullah Saw. dalam sabdanya, "Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah". (HR. Muslim).

----------

Menguji Ketulusan Suami-Istri Mudah!

                                                       Menguji Ketulusan Suami-Istri, Mudah!

eramuslim - Apa yang dilakukan seorang istri ketika mendapati sang suami menderita sakit? Tentu selain kehendak Allah yang menyembuhkan, obat dari dokter yang membantu penyembuhan, adalah sentuhan hangat dan pelayanan yang tulus dari sang istri-lah yang membuat suami bersemangat untuk kembali sehat.

Hadiah


Hadiah


            Anjuran agr saling mendekatkan hati, saling bersaudara, dan mencintai sesame kaum muslimin merupaka satu sisi keindahan Islam.  Islam mensyari’atkan  sarana yang dapat menyebabkan keakraban, mendamaikan, dan menghilangkan kabut hati. Diantara sarana itu adalah saling memberi hadiah ke sesame muslim.
            Hadiah dapat melakukan apa yang tidak dapat di sampaikan melaui ucapan ataupun permintaan maaf. Ia mampu menghilangka kabut hati, memadamkan api permusuhan, menenangkan kemarahan, dan melenyapkan rasa iri dan kedengkian. Hadiah dapat pula mendatangkan kecinataan dan persahabatan setelah sekian lama tercerai berai.
            Hadiah selalu memberi kesan perdamaian, rasa cinta, dan penghargaaan dari si pemberi kepada yang diberi. Karena itulah Rasulullah SAW menganjurkan agar suka membeeri dan menerima hadiah. Beliau menjelaskan pengaruh hadiah di dalam meraih kecintaan dan kasih saying sesame manusia. “Saling memberi hadiahlah kalian, niscaya kalian akan saling mencintai”. (HR. Bukhori)
            Saling memberi hadiah ini, tidak hanya ditinjau dari sisi materi, tetapi lebih kepada nilai maknawinya. Hal ini dapat terlihat dari sabda Rasulullah SAW melaui hadits Abu Hurairoh bahwa beliau bersabda, “Wahai para wanita kaum Muslimin, janganlah ada seorang tetangga meremehkan pemberian tetangganya yang lai sekalipun ia (pemberian tersebut) ujung kuku unta.” (HR. Bukhori). Padahal, apalah artinya kuku.
            Rasulullah SAW memberi permisala menarik yang menunjukan perlunya tawadhu dalam menerima hadiah. “Andaikata aku diundang untuk menyantap makanan (yang berupa0 bagian hasta atau bagian di bawah tumit, niscaya aku penuhi undangan itu. Dan anaikata aku dihadiahi hala yang sama juga niscaya aku menerimanya.” (HR. Bukhori)
            Bila kita renungkan lebih mendalam, apakah Rasulullah SAW masih membutuhka makanan dari orang lain? Beliau diberi makan dan minum oleh Rabnya. Kehidupan para ulama terdahulu juga sarat dengan hikmah. Mereka saling memberi hadiah, sekecil apapun bentuknya. Bahkan, terkadang hanya berupa kurma belum matang, ada yang berupa setangkai bunga mawar, garam tumbukan, maupu hanya sekeddar tetumbuhan yang wangi aromanya.

MEMANUSIAKAN MANUSIA

MEMANUSIAKAN MANUSIA

I. TUJUAN INSTRUKSIONAL UMUM
-       Peserta memahami bahwa manusia adalah makhluq Allah yang dimuliakan.
-       Peserta menyadari akan tugas dan kewajiban kita sebagai makhluq yang  diberi kemuliaan oleh Allah.
-       Peserta menyadari adanya pertanggungjawaban dari manusia atas tugas dan kewajiban yang diamanahkan Allah kepadanya.

II.  PENDAHULUAN
                Manusia adalah makhluq ciptaan Allah SWT yang terdiri dari unsur zahir (jasad) dan unsur gaib (ruh/jiwa). Paduan unsur bumi (jasad yang berasal dari tanah) dan langit (ruh) ini menghasilkan satu makhluq yang khas (32:7-10). Manusia memiliki karakteristik yang rumit dan kompleks, dimana didalamnya tergabung unsur kebaikan dan keburukan. Ia dapat meninggi melebihi para Malaikat, namun iapun dapat terjungkal ke jurang paling dasar dalam neraka.
                Karena karakteristiknya yang khas, manusia sulit dimengerti dan dikenali secara utuh, kecuali oleh sang penciptanya sendiri. Banyak ilmuwan yang gagal memahami perilaku dan sifat khas manusia tersebut. Alexis Carrel, penulis buku The Misterious Man mengakui betapa banyak hal yang tidak diketahui tentang manusia, baik yang zahir maupun yang gaib. Ia memaparkan betapa manusia hingga kini masih sulit menghubungkan teori kedokteran dengan fenomena mimpi. Para ahli hingga kinipun belum mampu mengurai zat-zat apa yang menyusun gen hingga dapat membawa sedemikian banyak sifat dan karakter orang tua pada anaknya.
                Sebagian manusia ada yang meraba-raba sifat khas ini, lalu lahirlah berbagai teori tentang manusia. Darwin dengan teori evolusinya (1809-1882) mengatakan bahwa manusia adalah bentuk akhir daripada evolusi hayat, sedang binatang bersel satu sebagai awal evolusi. Dengan demikian Darwin telah menempatkan manusia dalam alam binatang, yang berarti baik akal budi, kesadaran moral maupun agamanya merupakan hasil perkembangan evolusioner.
                Freud dengan teori Psikoanalis-nya menganggap kehadiran manusia di bumi sebatas pada upaya memuaskan nafsu seksualitasnya. Ia berpendapat semua masalah yang menghiasi dan muncul ke permukaan disebabkan terkekangnya nafsu seksual oleh norma dan aturan yang dibuat manusia dan agama.
                Marx (1844) mengangkat bendera sosialisme sebagai wujud dari keyakinan bahwa manusia hanya akan bahagia dengan menguasai alat produksi. Sementara kelompok yang lain mengangkat bendera spiritualisme yang menolak dunia. Mereka berkeyakinan, sumber segala keruwetan hidup berpangkal pada kecintaan dunia. Sehingga mereka menafikan pernikahan, keluarga, mencari nafkah dan bentuk-bentuk aktifitas yang berhubungan dengan duniawi.
                Hasil dari rabaan yang tidak tuntas itu malah membuat manusia makin masuk ke dalam jurang gelap yang mengungkungnya dari cahaya hidayah. Masing-masing kelompok yang mengikuti teori rabaan tersebut kian jauh dari fitrahnya yang hanif. Sehingga lahirlah generasi sesat yang mewarnai kehidupan dengan segala kerusakannya.
                Tentu saja hanya Islam yang berhasil menyingkap hakekat kemanusiaan manusia secara utuh dan benar. Untuk itu pembahasan di bawah ini akan mencoba mengungkapkan tentang hakekat keberadaan manusia tersebut, termasuk misi yang diembannya di dunia.

III. HAKEKAT  MANUSIA

                Ta'rif / definisi manusia adalah makhluq yang terdiri dari ruh dan jasad yang dimuliakan dengan tugas ibadah dan berkedudukan sebagai kholifah serta pemimpin di bumi.
1. Manusia Sebagai Makhluq Allah SWT
                Sebagai makhluq , manusia secara fithrah memiliki beberapa kelemahan yang memang manusiawi. Seperti, manusia adalah makhluq yang lemah (dhoif), baik fisik maupun batin (4:28). Disamping itu manusia memang diciptakan dalam keadaan bersusah payah (90:4);juga manusia bersifat zalim dan bodoh/jahil (33:72), sehingga dalam hadist Rasul, digambarkan sebagai tempat salah dan lupa. Apalagi jika dibandingkan dengan ke-Maha Tahu-an dan Ilmu Allah , maka ilmu manusia hanyalah setetes air dibanding seluruh samudra.
                Sebagai Pencipta dan Pemilik seluruh alam semesta (termasuk manusia) tentu saja Allah Maha Kaya, sedang manusia amatlah faqir dan senantiasa tergantung pada rahmat dan pertolongan Allah. Sayangnya manusia juga punya sifat suka membantah (18:54), disamping berkeluh kesah (jazu'a) dan kikir (Manu'a). Ketika menerima nikmat jarang bersyukur, sedang ketika datang bala (cobaan) amat mudah berkeluh kesah (70:19-21).
                Di ayat Al  Qur'an yang lain Allah mengomentari sifat manusia yang sering berbuat tergesa-gesa ('ajula) hingga banyak memutuskan sesuatu tanpa perimbangan yang matang (17:11 dan 21:37). Juga manusia sering ingkar kepada Rabbnya (100:6).
Kelemahan-kelemahan di atas tidak seharusnya menjadikan manusia berputus asa dan menyerah pada keinginan hawa nafsunya. Dalam hal ini, segalanya tergantung kepada manusia itu sendiri. Jika ia memanfaatkan potensi dirinya untuk kebaikan, maka dia akan menjadi manusia yang baik dan selamat. Sebaliknya bila sifat negatif  ini yang terus diikuti , niscaya ia jatuh ke dalam jurang kehinaan dan kenistaan.

2. Keistimewaan  Manusia
                Diantara makhluq ciptaan Allah yang sekian banyak jumlahnya , manusia adalah makhluq yang terbebani dengan tugas dan beban yang amat berat , dimana tak satupun makhluq lain yang sanggup mendapatkan amanah seberat itu. Agar ia mampu mengemban amanah tersebut , manusia dikaruniai beberapa kelebihan dibanding makhluq Allah yang lain, dalam berbagai segi.
                Dari segi penciptaannya, manusia adalah sebaik-baik penciptaan/ahsanuttaqwim (95:4). Misalnya ; organ tubuh manusia dibandingkan makhluq yang lain semua serba lebih sempurna kreasinya. Apalagi dalam proses penciptaannya telah ditiupkan ruh (32 : 7-10) yang menandai dominasi unsur samawi / langit pada diri manusia yang mengangkatnya ke derajat yang yang tinggi. Juga manusia adalah satu-satunya makhluq yang bisa menyerap ilmu dan mengembangkannya.  Allah yang Maha Berilmu telah menetapkan dan mengajarkan ilmu-ilmu khusus kepada manusia (2:31 / 96:50).
                Keistimewaan yang lain adalah kemampuan manusia berbicara dengan berbagai macam bahasa dan sarana , termasuk menirukan bunyi-bunyian alam dan binatang (55:1-4). Allah juga telah mengaruniakan lidah dan dua bibir agar manusia bisa berbicara (90:8-9).
                Diantara makhluq-Nya yang lain , Allahpun memberikan kedudukan yang tinggi kepada manusia , yaitu sebagai pemimpin, sehingga manusia bisa memanfaatkan alam semesta ini untuk keperluan hidupnya (2:29 / 31:20). Segala yang ada di alam ini telah disediakan untuk kepentingan manusia, karena memang manusialah yang bertugas memakmurkan bumi (11:61). Untuk itu manusia dibekali kemampuan akal, dengannya dapat berfikir, melakukan pengamatan dan menyimpulkan. Manusia juga berkembang daya intuisi dan imajinasinya , bisa mengkhayalkan sesuatu yang belum pernah terjadi. Akalnya berkembang menjadi sarana berkembangnya ilmu dan teknologi, sedang kemampuan imajinasinya mengembangkan kreatifitas manusia dalam berkarya.
                Allah yang memberikan kebebasan berkehendak / iradah kepada manusia (76:3). Ia bisa memillih jalan yang baik, bisa pula memilih jalan yang sesat. Sekedar ilmu, belum tentu bisa mengarahkan kepada kabaikan, yang bisa mengarahkan kepada kabaikan adalah kemauan dan kehendak yang kuat, yang itu tidak lain adalah adanya petunjuk dari Allah yaitu Al Qur'an dan Sunnah Rasul (Hadist) sebagai rujukan, pedoman agar manusia tidak salah dalam memilih dan melangkah karena sudah ada patokan yang jelas dalam tuntunan Allah tersebut. Bisa jadi orang sudah memiliki ilmu tentang balasan surga dan neraka, namun ia tidak bisa menjadi baik hanya karena ilmunya, tanpa dibarengi dengan kehendak yang kuat untuk menjadikan dirinya baik. Manusiapun memiliki tendensi moral tersendiri, yang membuatnya memiliki peluang untuk "dibentuk" menjadi baik ataupun buruk. Bahkan ia juga bisa berperan ganda sebagaimana orang munafiq-satu sisi ia kelihatan baik, namun ternyata ia adalah orang yang berbuat jahat.
                Berbagai macam sifat dan sikap bisa dimiliki manusia sekaligus. Tampak betul dari segi ini manusia memang berbeda dengan binatang. Binatang sulit atau malah tidak bisa dibentuk dengan sifat dan karakter yang bermacam-macam padanya. Sebab ia tidak memiliki kelengkapan tendensi/kecenderungan yang memungkinkan untuk bisa bersifat "menjadi", seperti menjadi baik atau menjadi buruk.
                Demikianlah antara lain keistimewaan manusia dibandingkan makhluq ciptaan Allah yang lain. Namun Al Qur'an juga menginformasikan dengan gaya metafora bahwa dengan segala kelebihannya itu masih ada manusia yang berperilaku seperti Binatang (7:179), seperti Kera dan Babi (5:60), dan seperti Anjing (7:176). Dalam ayat lain Allah menggambarkan sekelompok manusia yang berperilaku seperti keledai (62:5) atau seperti batu yang tidak dapat menerima aliran Hidayah Allah (2:74). Dengan demikian , keistimewaan manusia penuh dengan konsekwensi yang menyertai misi keberadaannya di muka bumi ini, yang jika ia keliru mengambil jalan hidup , bisa membawanya ke derajad yang lebih rendah ketimbang binatang sekalipun.

3. Misi Yang Diemban Manusia
                Tugas yang diemban manusia di muka bumi ini pada dasarnya ada dua, yakni tugas ibadah dan sebagai khalifah. Keduanya merupakan tugas yang besar, berbarengan dengan misi penciptaan manusia itu sendiri. Sungguh, kehadiran manusia di muka bumi ini tidak untuk main-main dan sendau gurau, tapi dengan satu kepastian arah serta tujuan (23:115 / 75:36). Tugas manusia memang tidaklah ringan , terbukti tak satupun makhluq berani mananggungnya (33:72).


a. Tugas Ibadah
                Manusia diciptakan agar beribadah kepada Allah semata-mata (51:56). Ibadah adalah segala amal (perbuatan) manusia yang semata-mata diniatkan untuk Allah dan sesuai dengan aturan yang telah digariskan oleh-Nya. Sedangkan hakekat ibadah adalah ketaatan dan ketundukan yang mutlak kepada Allah SWT. Oleh karena itu, segala sesuatu yang diperbuat seseorang karena ketaatan dan ketundukannya kepada Allah adalah ibadah.
                Adapun ibadah dalam pengertian khusus adalah pelaksanaan perintah Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana telah dicontohkan sendiri oleh Rasulullah SAW, seperti Shalat, Zakat, Haji, Puasa Ramadhan dsb. Ibadah dalam pengertian khusus ini tidak boleh ditambah-tambah atau dikurangi dari ketentuan dan contoh yang telah diberikan oleh Rasulullah SAW.
                Manusia terikat mutlaq dengan Allah , sebab pada hakekatnya manusia hanyalah seorang hamba / budak, yang tidak lagi memiliki kemerdekaan. Segala sesuatu yang ia miliki pada dasarnya pemberian dan milik Allah, termasuk jasad dan ruhnya sekaligus. Dengan demikian wajarlah jika Allah menuntut kepada manusia untuk melakukan penyembahan atau peribadatan total kepada-Nya (2:21).
b. Tugas Khalifah
                Allah SWT berfirman : "Ingatlah ketika Rabb berfirman kepada para malaikat, Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi " (2:30).
                Makna khalifah disini adalah menggantikan dan untuk memberikan penghormatan kepada yang mengggantikan , jadi bukan dalam pengertian menggantikan karena tidak adanya sesuatu. Dengan demikian , khalifah yang dimaksudkan adalah pengangkatan dari Allah untuk manusia di bumi ini sebagai suatu penghormatan kepada-Nya (35:39).
                Dalam ayat lain Allah memberikan kepercayaan kepada manusia sebagai penguasa bumi / khulafa'ul ardhi (27:62). Yang dimaksud dengan penguasa bumi tersebut adalah khalifah yang dijanjikan dan dinantikan untuk ummat yang menerima seruan da'wah Nabi SAW (24:55).
                Tugas yang diemban manusia berkaitan dengan kekhalifahan ini amat berat. Syarat utamanya adalah beriman dan beramal saleh. Mereka memimpin peradaban di bumi ini dengan jalan menegakkan syariat secara adil, kemudian memakmurkan bumi Allah berdasarkan syariat tersebut. Tentu saja manusia yang diangkat sebagai pemimpin (khalifah) tersebut bukan berfungsi sebagai penguasa mutlaq, dan harus berbuat berdasarkan perintah yang mengangkatnya, bukan atas kemauan sendiri.
                Tugas kekhalifahan ini berhubungan erat dengan tugas yang pertama, yakni ibadah (penyembahan). Kekhalifahan dimaksudkan untuk tegaknya "ubudiyah" secara total.Oleh karenanya , tugas mengemban syariat Allah di muka bumi serta pemakmuran bumi senantiasa terkait dengan pengabdian Allah secara mutlaq. Dan kedua tugas tersebut kelak akan dimintai pertanggungjawaban di sisi Allah atas pelaksanaan tugas-tugas tersebut.

4. Kebebasan dan Pertanggung-jawaban Manusia
                Walaupun sudah dibebani tugas ibadah dan khalifah, tetapi manusia diberi kebebasan oleh Allah untuk melaksanakan ataupun tidak melaksanakan tugas tersebut. Allah sudah memberikan dua jalan, yakni jalan kebenaran dan jalan kebatilan (90:10) , terserah manusia mau memilih yang mana. Juga Allah sudah memberi petunjuk jalan yang benar, jalan yang lurus, terserah manusia mau mengikuti atau tidak (76:3) . Namun semua pilihan itu memiliki konsekwensi masing-masing. Apakah manusia memilih kebaikan atau ke arah yang buruk, semua akan dimintai pertanggungjawaban disisi Allah (17:36).
                Dalam diri manusia senantiasa terjadi pergumulan antara tarikan ke arah kebaikan dan tarikan ke arah keburukan (35:32). Ada kelompok yang mampu memunculkan Al Mukhlikat (sifat dan karakter yang terpuji) dan memendam Al Munjiyat  (sifat dan karakter tercela). Mereka lebih banyak kebaikannya disebabkan ia lebih mengikuti ajakan kebenaran (sabiqun bil khairat) . Mereka inilah yang menempatkan jiwa di atas hawa nafsu, lebih menuruti bisikan hati yang hanif. Inilah jiwa yang Allah juluki nafsul Muthma'innah (jiwa yang tenang) yang selalu berdzikir pada Rabbnya (89:27 / 13:28) .
                Ada pula kelompok manusia yang selalu berada di antara dua kutub kebaikan dan keburukan, kadang menang tarikan kebaikan, kadang menang tarikan keburukan (muqtashidun) . Inilah jiwa yang selalu menyesali dirinya (nafsul lawwamah).
                Ada manusia yang terkalahkan oleh hawa nafsunya sehingga banyak melakukan keburukan (dzalimun linafsihi). Mereka mambutatulikan panggilan fithrahnya dan selalu menuruti nafsu yang menyuruhnya berbuat kejahatan (nafsul amarah), sebagaimana firman Allah dalam Al Qur'an (12:53).
                Dengan dua sisi yang berbeda secara diametral ini, manusia dituntut untuk benar dalam menentukan pilihan kehidupan di dunia ini, agar nanti di akhirat bisa mempertanggungjawabkan di sisi Allah. Manusia yang menang, yang berhasil mengemban misi yang diamanahkan kepadanya, dengan taufiq Allah, kelak akan mendapat balasan yang lebih baik di sisi Allah, yaitu kenikmatan Surga/Jannah (18:107-108) . Sedangkan manusia yang kalah, yang tersesar dan tak mau mengikuti jalan kebenaran yang ditentukan-Nya, harus menanggung konsekwensi yang berat yaitu mendapat siksa di neraka jahannam (18:104-106).

IV. KESIMPULAN  DAN  PENUTUP
                Manusia adalah makhluq ciptaan Allah yang terdiri dari ruh dan jasad, dan dimuliakan dengan tugas ibadah dan khalifah di muka bumi. Akibat amanah yang diembannya itu, logis jika manusia dilengkapi dengan sifat-sifat keistimewaan dan indera khusus yang tidak dimiliki oleh makhluq lain yang memungkinkan bisa melakukan amanah tersebut dengan baik dan sempurna. Dan untuk itu pula dia harus mempertanggungjawabkan di hadapan Allah atas segala apa yang telah dilakukan selama di dunia. Satu-persatu perbuatannya akan dihisab, bagaimana pelaksanaan misi ibadah dan kekhalifahan itu ditegakkan.
                Bila ia memilih jalan kebaikan dan menegakkan nilai-nilai Allah di muka bumi maka balasannya adalah surga Allah dan bila ia lebih mementingkan hawa nafsu daripada hidayah maka dia harus mempertanggungjawabkannya yaitu mendapat siksa dan murka Allah di hari Akhirat kelak yakni di Neraka.
                Dengan mengerti kondisi semacam ini kita manusia yang memiliki akal fikiran dan telah diturunkan kepada manusia yaitu Al Qur'an dan Hadist maka tidak ada pilihan lain bagi kita manusia kecuali menegakkan nilai-nilai kemanusiaan manusia sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Mudah-mudahan kita bisa termasuk dari hamba-hambanya yang bisa selamat di dunia dan Akhirat.

Menghormati Ulama

   Kewajiban umat Islam untuk menghormati seorang ulama. Karena, ulama berbeda dengan orang biasa. Allah SWT berfirman, “ Katakanlah, ‘Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?’Sesungguhnya hanya orang yang beakal yang dapat menerima pelajaran.”(Q.S. Azzumar:9)

AKHLAK DALAM PANDANGAN ISLAM


     Islam didefinisikan sebagai agama yang diturunkan Allah SWT kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, untuk mengatur hubungan manusia dengan Khaliq-nya, dirinya, dan dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya mencakup urusan aqidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya mencakup akhlak, makanan/minuman dan pakaian. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya mencakup mu'amalat dan uqubat/sanksi.

AKHLAQ

AKHLAQ
Identifikasi istilah “Akhlak” dan Posisinya dalam Struktur Ajaran Islam

            Istilah “akhlaq” (asli Arabnya “akhlāq”) tidak dapat dilepaskan dari kata Arab, ”khalaqa” (menciptakan), “makhlūqun” (yang diciptakan) dan “khāliqun” (yang menciptakan). Dalam konteks kebahasan Al-Qur'an, kata “khalaqa” menunjuk pengertian : menciptakan dari tiada ke ada  (ceatio  ex nihilo). Karena itu, “khāliqun” menunjuk kepada zat Yang Serba Kuat, dan sebaliknya, “makhlūqun” menunjuk kepada konsep segala sesuatu yang serba lemah (dla’īf).
           Demikian, muatan istilah “akhlak” pada hakikatnya di selingkar pandangan, sifat, sikap dan tingkah laku yang seharusnya disadari dan dihayati dalam kehidupan nyata sehari-hari sesuai dengan kondisi kelemahannya (kedla’īfannya). Oleh karena itu, kalau ada orang yang tidak bersedia menyadari dan menghayati muatan “akhlak”, sama artinya orang yang bersangkutan “mengingkari kondisi ke- makhlūq-an” yang sebenarnya serba lemah itui. Oleh karena itu pula ber-akhlāq (dalam ejaan indonesianya “berakhlak”) bagi manusia selaku makhlūq merupakan sebuah keniscayaan.
           Dapat dikatakan bahwa istilah “akhlak” adalah unik dan sukar dicari tandingannya. Namun sayangnya, istilah ini masih kurang dipopulerkan oleh umat Islam sendiri.
          Dalam konteks struktur ajaran Islam, dalam arti setelah ajaran Islam “disistematisasikan, akhlak merupakan salah satu disiplin ilmu tersendiri. Sementara itu ada yang memasukkannya dalam sub-disiplin ilmu yang lain. Namun yang pasti, dunia akhlak adalah dunia “penghayatan keberagamaan” dan sekaligus dunia “ekspresi fungsional” dari penghayatan keberagamaan tersebutii. Yang ideal, akhlak sebagai disiplin ilmu dan sebagai wujud konkrit pengalaman perlu diusahakan berjalan saling mendukung dan memperkokoh.
Allah SWT, Kekhalifahan Manusia dan Posisi Al-Qur'an dalam Konteks Kekhalifahan itu
           Secara global, Allah SWT dapat dipahami manusia dari pendekatan uluhiyah dan rububiyah. Dalam pendekatan uluhiyah lebih terfokus pada realitas Allah SWT yang bersifat statis, iii sedangkan dalam pendekatan rububiyah lebih dititik-beratkan pada pemahaman terhadap Allah SWT yang bersifat dinamik. Dalam konteks pembahasan tentang akhlak, pendekatan rububiyah ini diwujudkan dalam bentuk: (1) menghadirkan Allah SWT dalam seluruh potensi kehidupan rohani maupun jasmani; dan (2) menjabarkan secara fungsional sifat Allah SWT dalam kehidupan nyata (baca: membumikan sifat Allah SWT dalam kehidupan).

          Sementara itu, status (kedudukan) manusia ketika hidup di dunia adalah sebagai “abdun” (hamba), dalam arti: mengakui secara sadar sifat kehambaanya di hadapan Allah SWT. (Q.S. Adz-Dzariayat, 51: 56). Sedangkan role (peranan) manusia dalam hidup di dunia ini adalah sebagai “khalifah fi al-ardl” (wakil Allah SWT di planet bumi) (Q.S.Al-Baqarah, 2: 30), dalam arti: siapa berusaha untuk memakmurkan kehidupan di planet bumi. (Q.S. Huud, 11: 61).
          Status manusia yang tegambar di atas menunjukkan perlunya sikap rendah hati (tawadlu) di hadapan Allah SWT dan keniscayaan berkonsultasi kepada Allah SWT. oleh karena itu “kehadiran Allah SWT” dalam setiap detik kehidupan harus diusahakan. Selanjutnya, role (peranan) manusia di atas menunjukkan perlunya ketetapan pemberlakuan kewenangan sebagai wakil Allah SWT. Karena Allah SWT itu ghaib, maka Kalam-Nya (Ucapan-Nya) didengar lewat indera telinga yang da’īf ini, maka Kalam-Nya yang telah terwujud menjadi kitab suci Al-Qur'an yang menjadi acuan ketika manusia melaksanakan peranan kekhalifahannya.
          Manusia yang melaksanakan status dan role (peranan) berdasar Al-Qur'an di atas adalah yang pantas disebut “manusia ber-akhlaq” (manusia berakhlak). Al-Qur'an berisi formula akhaq (sifat-sifat yang sesuai dengan ketercipataan) manusia secara universal.

Fenomena “Nilai” Dalam Konteks Kesadaran Berakhlak Secara Fungsional

           “Nilai” yang dikenal popular oleh manusia paling tidak ada 3 (tiga), yaitu : (1) benar versus salah (dalam bidang falsafah dibahas dalam epistemologi); (2) baik versus buruk (dalam bidang falsafah dibahas dalam etika); dan (3) indah versus jeles (dalam bidang falsafah dibahas dalam estetika). Nuansa Al-Qur'an meliputi tiga nilai tersebut.


            Hubungan ketiga titik nilai di atas, yang ideal, bagaikan hubungan tiga titik dalam sebuah segi tiga sama sisi. Dalam prakteknya memang ada perbedaan kofiguratif dari ketiga titik nilai tersebut. Barangkali yang tidak positif adalah manakala terjadi proses-proses atomisasi ketiga nilai tersebut.viii
Dari konteks nilai-nilai ini, ideal atau tidak akhlak seseorang adalah berbanding lurus dengan ideal-kurangnya bentuk konfigurasi titik nilai di atas.

Potensi Alamiah Yang dapat Digunakan Agar Mampu Menghayati Dan Mengekspresikan Hidup Berakhlak Secara Fungsional 

           Potensi pertama, dapat membedakan mana yang pantas dan yang tidak pantas. Potensi ini perlu diubah menjadi energi yang berujung kesanggupan dan kesediaan untuk mengekspresikan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Potensi pertama ini cenderung tetap hanya menjadi potensi tersebut begitu kuat limbah eksternal yang secara intensif melumuri pontensi tersebut.
          Rasa kepantasan memang sangat fenomenal. Rasa itu jelas ada dan penolakan atas dasar apapun juga akan gugur dengan sendirinya, kalau benar-benar jujur lahir-batin. Pada hakekatnya, rasa kepantasan itu merupakan hasil-langsung dari fungsionalnya nilai benar-baik-indah yang bekerja pada diri seseorang, namun konfigurasi nilai yang terbentuk segi tiga sama sisi. Sebab, bagaimanapun juga rasa kepantasan adalah sesuatu yang dianggap ideal (luhur).
          Potensi kedua, manusia dapat dilatih untuk menjadi kebiasaan. Ketika manusia lahir, ada beberapa kenyataan yang melingkupinya, yaitu: (1) belum/tidak tahu (Q.S. An-Nahl, 16: 78);xi belum/tidak kuat (fisik dan inklusif psikisnya) (Q.S. Ar-Rum, 30: 54).xii Kenyataan pula menunjukkan, setelah dilatih ternyata manusia menjadi mampu menjadi tahu (bahkan sangat kaya pengetahuan) dan menjadi kuat, baik fisik maupun psikisnya.
           Pontensi sanggup dilatih ini sering tidak mulus menjadi energi, apalagi berupa kesanggupan mengekspresikan siap secara teknis untuk dilatih tersebut. Sebabnya adalah karena ada ekspresi kontrasnya yang lebih kuat, misalnya: kecenderungan menunda dan rasa malas.
Cara Teknis Umum Agar Berhasil Mengekspresikan Akhlak Secara Fungsional

          Pertama, perlu dirinci indikator konsep akhlak tertentu secara lebih eksplisit, kalau perlu sampai seolah-olah sampai dapat diukur (sekalipun secara kuantitatif modelnya). Misalnya konsep akhlak yang disebut “jujur” (amanah). Jujur atau kejujuran yang fungsional indikatornya antara lain: (1) kalau berbicara kepada siapa saja senantiasa cocok antara informasi/pernyataannya dengan fakta informasi/pernyataan itu; (2) kalau berjanji kepada siapa saja senantiasa ditepati persis seperti isi janjinya; (3) kalau diberi kepercayaan apa saja (entah berupa pekerjaan atau tugas) senantiasa dikerjakan sesuai dengan format kepercayaan yang harus dirampungkan itu; dan (4) konsisten mengatakan hal yang “benar” sesuai fakta, data dan bukti walaupun di tengah-tangah ancaman hidup-atau-mati, dan konsisten mengatakan hal “salah” kalau fakta, data dan bukti memang menunjukkan sesuatu itu memang salah walaupun di tengah-tengah ancaman hidup-atau-mati.
           Kedua, rincian indikator yang telah di eksplisitkan itu lalu diuji berdasar tolak kepantasan berdasar pengujian nilai “benar-baik-indah”. Jika setiap butir indikator menunjukkan kepastian bernilai “benar-baik-indah”, maka rincian indikator itu dapat dijadikan patokan.
          Ketiga, setiap butir indikator yang telah teruji tersebut lalu dilatihkan agar nanti menjadi kebiasaan. Mula-mula mamang terasa “pahit” (karena kuatnya dorongan “menunda” dan “malas” yang menguasai batin), namun dilakukan perulangan secara teratur dan intensif, kepahitan akan berangsur-angsur hilang dan yang tersisa adalah: kebiasaan baru (seperti isi muatan apa yang dilatihkan).
         Keempat, dibuat faktor eksternal yang kondusif untuk menopang kebiasaan baru tersebut, misalnya berupa: (1) koridor pergaulan berupa kelompok yang sepandangan;xv (2) koridor pranata sosial seperti kelompok pengajian; (3) koridor lembaga sosial seperti pernikahan seagama, lembaga keagamaan (pesantren); dan (4) pranata sosial normatif seperti fatwa ulama.

Sumber Konsep Normatif Akhlak dan Masalah Penyusunan Klaster Konsep-Konsep Itu

         Sumber konsep normatif akhlak jelas Al-Qur'an. Kitab ini merupakan ensiklopedi konsep normatif umum. Untuk memperjelas, memperluas dan menjabarkannya, baik secara konseptual maupun praktis, sumber kedua dipakai yaitu As-Sunnah yang sahih. Dalam bahasa teknisnya: meneladani.
Pemikiran ulama, selama masih bersumber kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah yang sahih, atau sekurang-kurangnya tidak bertentangan langsung atau tidak langsung terhadap kedua sumber tersebut, dapat saja dipakai untuk memperluas, memperdalam, memperjelas dan memperlancar pengembangan konseptual tentang akhlak dan pengamalannya secara fungsional.



           Ini hasil pemikiran ulama di atas pada hakekatnya merupakan data kesejarahan bagaimana umat yang iman kepada Al-Qur'an dan As-Sunnah bergulat dengan kedua sumber otentik tersebut. Karena itu layak juga dipertimbangkan.
          Sementara itu, untuk menyusun klaster dari konsep-konsep normatif akhlak yang begitu banyak termuat dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah yang sahih tersebut, sebenarnya tidak ada patokan yang baku. Namun sebagai ancar-ancar, penyusunan klaster tersebut banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor : (1) penguasaan makna yang tersurat dan tersirat dari kedua sumber (Al-Qur'an dan As-Sunnah yang sahih); (2) keluasan wawasan penyusunan klaster.
          Untuk memberikan ilustrasi konkrit tentang peluang luas untuk menentukan sendiri model-model klaster dari konsep-konsep normatif akhlak tersebut, di sini diberikan dua buah buku, yaitu:
Barmawie Umary, 1998, Materi Akhlak. Cetakan ketujuh. Solo: CV. Ramadhani./186 halaman
Yunahar Ilyas, H., 2002, Kuliah Akhlaq. Cetakan kelima. Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan Pengamalan Islam (LPPI).
/263 halaman.

           Secara garis besar penyusunan klaster dalam buk-buku tersebut sebagai berikut. Dalam buku Materi Akhlak konsep-konsep normatif akhlak diklaster menjadi : (1) al-akhlāqul mahmūdah; (2) al-akhlāqul madzmūmah; (3) mahabbah; (4) adab-adab. xvii
             Selajutnya dalam buku Kuliah Akhlak konsep-konsep normatif akhlak diklaster menjadi : (1) akhlak terhadap Allah SWT; (2) akhlak terhadap Rasulullah SAW; (3) akhlak dalam keluarga; (5) akhlak bermasyarakat; dan (6) akhlak bernegara.


Sebuah Otokritik: Apa Benar Seharusnya Yang Perlu Dilakukan Pada Masa Datang

          Sudah sering terdengar bahwa masih ada kesenjangan besar antara ketinggian konsep akhlak dengan bukti pengamalannya di seluruh level masyarakat muslim, khususnya di Indonesia. Kesan semacam itu didasarkan bukti dalam kehidupan sehari-hari berupa: masih banyaknya kehidupan maksiat (berjudi, minum minuman keras, pelacuran, pencurian / pengutilan / penodongan / perampokan / perampasan / pembegalan / pembajakan / plagiasi, narkotika / madat, pembunuhan / kekerasan / penganiayaan / kanibalism / pemerkosaan / terorisme / penindasan / invasi), tidak tegaknya hukum dengan seadil-adilnya, kolusi, korupsi, nepotisme, kapitalisme yang menyebabkan kecemburuan sosial, tidak tanggap-sosial, moralitas kalah dengan uang dan sebagainya. Hal kedua yang sering terdengar adalah: Mengapa Indonesia yang mayoritas muslim ini belum berhasil mencerminkan keislamannya yang luhur?
         Pertanyaan dan masalah-masalah di atas lebih positif kalau dijawab dengan hal-hal berikut:
1.     Kini sudah saatnya merumuskan secara rinci dan operasional sampai tingkat teknis tentang konsep-konsep normatif akhlak, dibantu ilmu-ilmu lain.
2.     Banjiri bacaan berakhlak (dengan harga murah) dan diadakan pengkajian dan praktek-praktek keagamaan, serta terbuka untuk saling mengkritik yang membangun.